KOMPLEKSOMETRI
A.
PEMBAHASAN
Kompleksometri
adalah suatu cara untuk penetapan kadar zat – zat (kation) yang dapat membentuk
senyawa kompleks dengan suatu komplekson. Prinsipnya adalah pembentukan senyawa
kompleks antara ion logam dengan EDTA.
Titrasi kompleksometri adalah titrasi
berdasarkan pembentukan senyawa kompleks antara kation dengan zat pembentuk
kompleks. Salah satu zat pembentuk kompleks yang banyak digunakan dalam titrasi
kompleksometri adalah garam dinatrium etilendiamina tetraasetat (dinatrium
EDTA).(Khopkar, 1990).
Kompleksometri merupakan jenis titrasi
dimana titran dan titrat saling mengkompleks, membentuk hasil berupa kompleks.
Reaksi–reaksi pembentukan kompleks atau yang menyangkut kompleks banyak sekali
dan penerapannya juga banyak, tidak hanya dalam titrasi. Karena itu perlu
pengertian yang cukup luas tentang kompleks, sekalipun disini pertama-tama akan
diterapkan pada titrasi. (Khopkar, 1990)
Salah satu tipe reaksi kimia yang
berlaku sebagai dasar penentuan titrimetrik melibatkan pembentukan (formasi)
kompleks atau ion kompleks yang larut namun sedikit terdisosiasi. Kompleks yang
dimaksud di sini adalah kompleks yang dibentuk melalui reaksi ion logam, sebuah
kation, dengan sebuah anion atau molekul netral. (Basset, 1994)
Titrasi kompleksometri juga dikenal
sebagai reaksi yang meliputi reaksi pembentukan ion-ion kompleks ataupun
pembentukan molekul netral yang terdisosiasi dalam larutan. Persyaratan
mendasar terbentuknya kompleks demikian adalah tingkat kelarutan tinggi. Selain
titrasi komplek biasa seperti di atas, dikenal pula kompleksometri yang dikenal
sebagai titrasi kelatometri, seperti yang menyangkut penggunaan EDTA. (Khopkar,
1990)
Titrasi kompleksometri atau kelatometri
adalah suatu jenis titrasi dimana reaksi antara bahan yang dianalisis dan
titrat akan membentuk suatu kompleks senyawa. Kompleks senyawa ini dsebut kelat
dan terjadi akibat titran dan titrat yang saling mengkompleks. Kelat yang
terbentuk melalui titrasi terdiri dari dua komonen yang membentuk ligan dan
tergantung pada titran serta titrat yang hendak diamati. Kelat yang terbentuk
melalui titrasi terdiri dari dua komponen yang membentuk ligan dan tergantung
pada titran serta titrat yang hendak diamati.
Dalam larutan dengan pH tertentu
sebagaian besar kation atau logam dapat bereaksi dengan KOMPLEKSON yang
kemudian membentuk ion kompleks. contoh :
Ag+ → [Ag(CN)2]¯
Cu2+ → [Cu(NH₃)₄]²⁺
Jika diperhatikan contoh – contoh kompleks, terlihat
bahwa suatu kompleks selalu terjadi dari sebuah ion logam yang dinamakan ion
negatif atau molekul. Sedangkan yang dinamakan Ligand (dari kata latin ligare =
mengikat) . Jumlah ligand ini berbeda-beda dari dua sampai delapan. Jumlah
ikatan dengan ligand itu disebut bilangan koordinasi yang biasanya merupkan
bilangan genap terutama bernilai 4 atau 6. Ion logam univalen biasanya
mempunyai bilangan koordinasi dua.
Muatan sebuah kompleks dapat positif, negatif atau nol.
Muatan tersebut merupakan jumlah muatan inti dan semua ligand yang diikatnya.
Ligand yang mempunyai satu atom donor pasangan elektron (missal I¯ dan CN¯)
monodentat atau unidentat, sedang Ligand yang mempunyai atom donor lebih dari
stu disebut poli- atau muktidentat, bidentat kalau punya dua donor, terdentat
bila 3, kuadridentat, pentedentat, heksadentat, dst.
Bila mislanya ion Zn²⁺ berkompleks
dengan ligand etilendiamin (dua molekul ligand perion Zn karena bilangan
koordinasi Zn mencapai 4), maka terbentuk ikatan – ikatan yang mempunyai bentuk
cincin atau lingkaran (ring). Lingkaran demikian lingkaran kelat
(chelat ring) dari kata yunani chele yang berarti cakar. Jenis Ligan :
1.
Unidentat, yaitu ligan yang mempunyai 1
gugus donor pasangan elektron. Contoh : NH3, CN.
2.
Bidentat, yaitu ligan yang mempunyai 2 gugus donor pasangan
elektron.
Contoh :
Etilendiamin
3.
Polidentat, yaitu ligan yang
mempunyai banyak gugus donor pasangan elektron. Contoh : asam
etilendiamintetraasetat (EDTA).
Kompleks
yang berisi lingkaran kelat dinamakan kelat (chelate) dan ligand yang
bersangkutan disebut suatu pembentuk kelat (pengkelat, chelating agent).
Pada tahun
1945 SCHWARRENAACH menemukan asam amino polikarboksilat dan garam – garamnya
ternyata adalah komplekson yang sangat baik. Komplekson yang terpenting dalam
titrimetri adalah EDTA, singkatan dari Ethylenadiaminetetraacetic acid, dengan
rumus molekul :
HOOCCH2 CH2COOH
N
– CH2 – CH2 – N
HOOCCH2 CH2COOH
EDTA ialah suatu ligand yang heksadentat (mempunyai
enam buah atom donor pasangan elecron), yaitu melalui kedua atom N dan keempat
atom O (dari OH). Karena asam diatas sukar larut dalam air, maka digunakan
garam natriumnya, yaitu : Natrium tetra asetat.
HOOCCH2 CH2COONa
N
– CH2 – CH2 – N
NaCOOCH2 CH2COOH
Nama lainnya
: - Tri ion - Chelaton III
-
Complekson - Na₂EDTA
-
Squesterine - Titriplex III
-
Dinatrium etilen diamin tetra acetat
B.
TITRASI
KOMPLEKS DENGAN EDTA
Kelatometri
dalam perkembangan analisis kimia sempat mengalami kemunduran karena
kelemahan-kelemahannya serta karena adanya cara-cara baru yang lebih baik. Akan
tetapi hal ini diperbaiki dengan berkembangnya penelitian-penelitian tentang
pengkelat polidentat. Perhatian baru terhadap kompleksiometri ini diawali oleh
Schawazenbach tahun 1954, ia menyadari bahwa potensi pengkelat dalam analisis
volumetrik sangat baik. Ahli kimia asal Swiss in mengkhususkan perhatiannya
pada penggunaan asam-asam aminopolikarboksilat, salah satunya
Ethylenediaminetetraacetic acid (EDTA).
Untuk
praktisnya, EDTA ditulis dengan H4Y dan garam natriumnya Na₂H₂Y atau anionya
(H₂Y)=
. Pada penggunaan EDTA sebagai titran akan membentuk 4 atau 6 atom yang terikat
secara koordinasi dengan kation logam. Tidak tergantung dari valensi kation, H4Y
selalu membentuk kompleks dengan perbandingan 1 : 1. Kestabilan senyawa komplek
dengan EDTA, berbeda antara satu logam dengan logam yang lain.
Faktor-faktor yang mempbuat EDTA ampuh
sebagai pereaksi titrimetri antara lain:
1.
Selalu membentuk kompleks ketika
direaksikan dengan ion logam.
2.
Kestabilannya dalam membentuk kelat
sangat konstan sehingga reaksi berjalan
sempurna (kecuali dengan logam alkali)
3.
Dapat bereaksi cepat dengan banyak
jenis ion logam telah dikembangkan indikatornya secara khusus
4.
Mudah diperoleh bahan baku primernya
5.
Digunakan baik sebagai bahan yang
dianalisis maupun sebagai bahan untuk standardisasi.
Suatu EDTA dapat membentuk senyawa kompleks yang
mantap dengan sejumlah besar ion logam sehingga EDTA merupakan ligan yang tidak
selektif. Dalam larutan yang agak asam, dapat terjadi protonasi parsial EDTA
tanpa pematahan sempurna kompleks logam, yang menghasilkan spesies seperti
CuHY. Ternyata bila beberapa ion logam yang ada dalam larutan tersebut maka
titrasi dengan EDTA akan menunjukkan jumlah semua ion logam yang ada dalam
larutan tersebut. (Harjadi, 1993).
Pada setiap reaksi pembentukan kompleks selalu terjadi
ion H+. EDTA selalu mengalami pengionan bertahap. melepaskan ion
hidrogen. Satu per satu dengan konstan, kesetimbangan masing-masing :
H₄Y → H⁺ + H₃Y¯ K₁ = 1,02 x 10¯² pK₁ = 2,0
H₃Y‾ → H⁺ + H₂Y˭ K₂ = 2,14 x 10¯³ pK₂ = 2,7
H₂Y˭ → H⁺ + HY³¯ K₃ = 6,92 x 10¯⁷ pK₃ = 6,2
HY³¯ → H⁺ + Y⁴¯ K₄ = 5,50 x
10¯¹¹ pK₄ = 10,3
Pengaruh pH :
1.
Suasan terlalu asam
Proton yang dibebaskan pada reaksi yang
terjadi dapat mempengaruhi pH, dimana jika H+ yang dilepaskan terlalu tinggi,
maka hal tersebut dapat terdisosiasi sehingga kesetimbangan pembentukkan
kompleks dapat bergeser ke kiri, karena terganggu oleh suasana system titrasi
yang terlalu asam. Pencegahan : sistem titrasi perlu didapar untuk
mempertahankan pH yang diinginkan.
2.
Suasana terlalu basa
Bila pH system titrasi terlalu basa,
maka kemungkinan akan terbentuk endapan hidroksida dari logam yang bereaksi.
Jika pH terlalu basa, maka reaksi kesetimbangan akan bergeser ke kanan,
sehingga pada suasana basa yang banyak akan terbentuk endapan.
Berdasarkan selalu terbentuknya H+
pada pembentukan ion kompleks dan melihat harga pK₄ maka
pembentukan kompleks akan lebih baik dan lebih stabil dalam larutan alkalis.
Pada umumnya kompleks EDTA dengan kation valensi 2 stabil dalam larutan yang sedikit asam atau alkalis. kompleks EDTA
dengan logam valensi 3 dan 4 stabil dalam larutan dengan pH =1-3. Logam – logam
bervalensi 2 misalnya Cu, Pb, atau Ni dapat stabil pada pH = 3 sehingga dapat
dititrasi secara selektif walaupun tercampur dengan logam – logam alkali tanah.
Co⁺⁺ stabil dalam
larutan HCl pekat.
Kesimpulan :
pada titrasi kompleksometri diperlukan penambahan bufer pada pH dimana kompleks
itu stabil, dan perubahan warnanya jelas. Stabilitas dari kompleks di tentukan
oleh harga Ks = konstante stability.
Yang menyebabkan
perubahan harga Ks :
1.
Kenaikan suhu, karena menyebabkan kenaikan ionisasi
kompleks.
2.
Ion yang tidak memberi ion sejenis dengan kompleks.
Yang menyebabkan kenaikan harga Ks adalah adanya
alkohol, sebab alkohol mendesak ionisasi kompleks.
C.
MENENTUKAN
TITIK AKHIR TITRASI
Untuk
menentukan titik akhir titrasi digunakan indikator ion logam atau metal
indikator atau metal ion indikator, yaitu zat warna yang bersifat sebagai
komplekson, sehingga dapat membentuk kompleks dengan ion logam yang mempunyai
warna yang berbeda dengan warna indicator itu sendiri.
D.
INDIKATOR
Indikator
dalam titrasi kompleksometri tidak berubah karena perubahan pH, tidak juga
karena daya oksidasi titrat berubah, akan tetapi karena perubahan pM (M adalah
khelat logam). (Roth 1988). Syarat-syarat indikator logam, yaitu:
1.
Reaksi warnanya harus sensitif,
dengan kepekaan yang besar terhadap logam.
2.
Perubahan warna pada titik ekivalen
tajam
3.
Perbedaan warna dari indikator bebas
dengan indikator kompleks harus mempunyai kestabilan yang efektif dimana pH
titrasi tidak boleh tidak teroksidasi dan tereduksi.
4.
Kestabilan kompleks logam indikator
harus cukup.
5.
Ikatan senyawa logam EDTA harus lebih
kuat dari pada logam-logam indikator. Artinya ikatan logam – logam Indikator
logamnya harus dapat direbut oleh EDTA.
Beberapa
indikator yang paling banyak digunakan dalam titrasi kompleksometri.
1.
Eriochrom
Black-T (EBT)
Didunakan pada daerah pH 7 – 11.
Suatu kelemahan dari EBT bahwa larutannya tidak stabil, bila disimpan akan
terjadi peruraian secara lambat,sehingga setelah janka waktu tertentu indikator
tidak berfungsi lagi. Suatu kesulitan yang dialami indikator metalokromik
adalah pembentukan kelat dengan logam yang tidak reversibel atau terlalu kuat.
Bila hal ini terjadi maka tidak dapat terjadi perubahan warna dan indikator
kehilangan fungsinya. Kejadian ini disebut blocking indikator. Mengalami blocking dengan Fe³⁺. Merupakan
asam lemah, tidak stabil dalam air karena senyawa organik ini merupakan gugus
sulfonat yang mudah terdisosiasi sempurna dalam air dan mempunyai 2 gugus fenol
yang terdisosiasi lambat dalam air.
Penggunaan : Penentuan kadar Ca, Mg,
Cd, Zn, Mn, Hg.
2.
Murexide
Merupakan indikator yang sering
digunakan untuk titrasi Ca2+, pada pH=12.
3.
Jingga Xylenol
Kompleks dengan logam memberikan
warna merah.
4.
Calmagite
Dapat digunakan sebagai pengganti EBT,
karena calmagite lebih stabil, daerah terjadinya pada pH 8,1-12,4 dan warna
indikator bebasnya biru. Mengalami blocking dengan Cu, Ni, Fe³⁺, dan Al.
5.
Arzenazo
Digunakan untuk Ca maupun Mg, juga baik
untuk titrasi Pb(IV) dengan EDTA. Keuntungan menggunakan indikator ini adalah :
·
Tidak mengalami blocking oleh Cu(II)
dan Fe(III) dalam jumlah kecil.
·
Bereaksi cepat sehingga terjadinya
perubahan warna juga lebih cepat.
6.
NAS
Digunakan pada daerah pH 3-9. Dalam
larutan yang sangat asam NAS berwarna merah violet pada pH 3,5 keatas berwarna
merah jingga. Penggunaan NAS cukup luas dan dianjurkan untuk titrasi Cu,
Co(II), Cd, Ni, Zn, Al dengan EDTA.
7.
Calcon
Calcon merupakan garam natrium dari
Eriochrome Blue Black R, yang disebut juga Pontachrome Blue Black R. Molekul
indikator berwarna hijau dan hanya terdapat dalam larutan asam kuat. Pada pH 7
sampai 10 berwarna merah, kemudian biru sampai pH 13,5 dan diatasnya jingga.
Kelat Calcon dengan logam berwarna merah dan ternyata sangat cocok untuk
titrasi Ca pada pH 12,5 – 13 tanpa terganggu oleh Mg. Perubahan warna dari
merah menjadi biru. Dengan indikator ini maka dapat ditentukan kesadahan air
yang disebabkan oleh Ca saja tidak termasuk kesadahan oleh Mg.
8.
Tiron
9.
Violet cathecol
10. Fast sulphon black F
11. Varjamin blue B
12. Bromopirogalol merah
13. Timolftalekson
Beberapa indikator logam sering menglami penguraian
apabila dilarutkan dalam air. Sehingga stabilitas di dalam larutan rendah
sekali. Oleh karena itu, dalam prakteknya sering dibuat pengenceran dengan NaCl
atau KNO3 dengan perbandingan 1:500.
E.
CARA – CARA
TITRASI DENGAN EDTA
1. Cara titrasi langsung (Direct
titration)
Larutan yang
mengandung ion logam yang ditetapkan ditambah dengan larutan bufer (dapar)
sehingga didapat pH tertentu (misalnya pH=10 dengan Amonia), kemudian dititrasi
dengan larutan standar Na₂EDTA dengan indikator logam. Untuk mencegah terjadinya
endapan logam hidroksida atau garam basanya ditambahkan complexing agent (bahan
pembentuk kompleks pembantu) misalnya : sitrat, tartrat atau tri etanol amine.
Pada titik akhir titrasi dapat ditunjukan dengan perubahan warna dari indikator
logam yang bebas (EBT) yaitu dari larutan yang berwarna merah anggur menjadi
biru. Selain itu juga dapat ditetapkan secara amperometrik, spektrofotometri
atau potensiometrik. Cara ini dapat untuk menentukan garam-garam dari Ca, Mg,
Zn, Pb, dan Pb.
2.
Titrasi kembali
(Back titration = Recidual titration)
Beberapa kation
tidak dapat dititrasi secara langsung, antara lain disebabkan karena :
·
Kation yang
mengendap sebagai hidroksida dengan logam pada pH yang ditentukan untuk titrasi
·
Pembentukan
kompleks sangat lambat
·
Tidak adanya
indikator yang sesuai.
Pada cara ini
larutan standar EDTA berlebihan dengan bufer yang tepat ditambahkan kedalam
larutan yang diselidiki. Larutan dipanaskan beberapa menit, setelah dingin
kelebihan stndar kation yang sesuai misalnya MgCl₂, ZnCl₂ atau Pb(NO₃)₂.
3.
Titrasi
subtitusi
Cara ini
digunakan untuk penetapan kadar :
·
Kation yang tidak dapat bereaksi
dengan indikator logam
·
Kation yang membentuk kompleks EDTA
yang kurang stabil dari pada kompleks EDTA dengan logam-logam lain, misalnya :
Ca dan Mg.
Banyaknya Mg yang bebas setara dengan dengan kation yang
ada dan dapat dititrasi dengan standat EDTA dengan indikator yang sesuai. Ca,
Pb dan raksa dapat ditetepkan dengan cara ini
dengan menggunakan indikator EBT dengan hasil yang memuaskan.
4.
Titrasi alkalimetri
Bila larutan
EDTA ditambah larutan kation, disamping terbentuk kompleks juga terbentuk ion H⁺. Ion H+
yang dilepaskan kemudian dititrasi dengan larutan estándar alkali dengan
indikator asam basa yang sesuai atau secara potensiometrik. Larutan logam yang
ditetapkan dengan metoda ini sebelum dititrasi harus dalam suasana netral
terhadap indikator yang digunakan. Dapat juga larutan KI ditambahkan kedalam
larutan EDTA dan Iodium yang bebas dititrasi dengan larutan standar natrium
tiosulfat.
5.
Cara penggeseran
(Displacement Titration)
Cara ini baik
untuk kalium yang membentuk kelat EDTA yang lebih kuat dari Mg EDTA atau Zn
EDTA. Dalam cara ini, larutan kation diberi larutan baku kelat Mg- atau
Zn-EDTA. Ion Mg2+ yang
terbebaskan itu ditentukan jumlahnya dengan menitrasinya dengan EDTA. Teknik ini
berguna jika tidak terdapat indikator yang baik untuk kation yang dianalisa
tersebut.
F.
TITRASI
CAMPURAN KATION
EDTA adalah
pelarut yang yang sangat tidak selektif, sebab EDTA membentuk kompleks dengan
hampIr semua logam yang bervalensi 2, 3, dan 4. Sehingga kotoran logam juga
ikut ditetapkan bersama dengan logam yang ditetapkan kadarnya.
Untuk menaikan
selektifitasnya, maka pada penetapan campuran kation, digunakan cara-cara
sebagai berikut :
1. Dengan pengaturan pH larutan
Dasrnya adalah perbedaan stabilitas
dari kompleks EDTA dalam larutan Yang berlainan pH-nya. Misalnya :
·
Bi dan Th dapat dititrasi dalam larutan
asam pada pH = 2-3 dengan indikator pirokatekol violeta tau xilenol jingga.
Untuk titrasi Bi dengan EDTA, pH dijadikan = 2, dengan demikian logam-logam
lain tidak akan mengganggu, karena pada pH=2 logam lain tidak dapat membentuk
kompleks dengan EDTA.
·
Fe3+ dapat dititrasi dalam
larutan asam pada pH=3 dengan indikator variamin biru, logam-logam divalen
tidak menggangu titrasi ini.
·
Campuran Ca dan Mg dapat ditetapkan
dalam larutan alkali kuat dengan indikator Mureksid atau Calcon yang lebih
bereaksi dengan Ca. Ca bila direaksi pada pH=3 tidak akan terganggu oleh adanya
Zn2+
2.
Dengan
masking agent atau dimasking agent
Masking atau penutup adalah suatu
proses diamana suatu zat dapat dirubah sedemikian rupa sehingga tidak dapat
lagi ikut dalam suatu reaksi. Dimasking adalah suatu peristiwa dimana zat yang
dimasking dikembalikan dalam keadaan semula. Beberapa kation dalam campuran
sering dimasking sehingga dapt lagi bereaksi dengan EDTA atau indicator.
·
Sebagai masking yang terkenal adalah
ion CN¯ yang memberi kompleks sianida yang stabil dengan kation Cd, Zn, Mg2+,
Cu, Ni, Ag atau Pt. Kompleks sianida dengan Zn dapat dimasking dengan larutan
formal dehida, asam asetat, atau kloral hidrat.
·
Penambahan thioglycolat akan bereaksi dengan Hg dan Cu hingga
tidak dapat membentuk kompleks lagi
dengan EDTA. Jadi Zn bila tercampur dengan Hg dan Cu dapat dititrasi secara kompleksometri.
·
NH₄F dapat menutup
(masking Ca, Hg dan Al) hingga Zn dalam campuran dengan Ca, Hg, dan Al setelah
ditambah dengan NH₄F dapat dititrasi dengan EDTA tanpa terganggu oleh Ca, Hg
dan Al.
G.
LARUTAN
STANDARD EDTA
Baik asam bebas
H4Y mauoun garam dinatrium dihidrat Na₂H₂Y-2H₂O, dapat diperoleh dengan mutu pereaksi. H4Y dapat
digunakan sebagai larutan standar primer setelah pengeringan selama beberapa
jam pada 130-145ºc lalu dilarutkan dalam basa sesedikitmungkin sampai larut
sempurna. Lebih baik digunakan garam dinatrium EDTA, karena :
·
Kelarutanya dalam air lebih besar
·
Tidak higroskopis
·
Stabil
Untuk larutan
stndar sekunder karena tidak murni mengandung 2H₂O garam
dihidrat.
Na₂EDTA dalam keadaan atmosfer biasa mengandung 0,3%
kelembaban ekstra. Tanpa pengeringan lebih lanjut, garam ini dapat digunakan
dengan koreksi untuk kelebihan air tersebut untuk membuat larutan baku, kecuali
untuk analisa yang perlu teramat teliti. Maka bila perlu, kristalnya
dikeringkan menjadi dihidrat murni dengan pemanasan sampai 80ºC. Selama 4 hari
dalam lingkungan dengan kelembaban relatif 50%. Pemanasan lebih dari 80ºC dapat
menyebabkan dehidrasi (kehilangan air kristal) dengan pemanasan pada 120ºC
dalam oven vakum selama satu malam menghabiskan garam hidrat. Anhidrat ini
tidak cocok untuk vahan baku primer (bbp) karena higroskopis. Konsentrasi
larutan Na₂EDTA yang bisa digunakan adalah:
·
0,1 M mengandung 37,224 g/l
·
0,05 M mengandung 18,612 g/l
·
0,01 M mengandung 3,7224 g/l
Air digunakan untuk melarutkan, harus air bebas ion
(demineralised water) untuk menghindari kation yang dapat memblock indikator
yang digunakan kemudian. Sebaiknya larutan EDTA disimpan dalam botol gelas,
terjadi pelarutan ion-ion dari gelas yang bereaksi dengan EDTA dan dapt
menurunkan konsentrasi EDTA samapi 1% setelah penyimpanan 1 bulan. Larutan EDTA
dapat distandarisasi dengan larutan ZnCl₂ atau ZnSO₄, MgCl₂, MgSO₄ atau MnCl₂.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar